REPUBLIK HATI - Syaf Jtr

Hidupku adalah Cita-citaku Matiku nanti juga Cita-citaku Bahagia juga cita-citaku

Dua anugerah membuat banyak orang merugi, yaitu kesehatan dan kesempatan. (HR al-Bukhari). Gunakan dengan baik lima hal sebelum lima yang lain: masa mudamu sebelum engkau tua; sehatmu sebelum engkau sakit; kayamu sebelum engkau jatuh miskin; masa senggangmu sebelum engkau sibuk; hidupmu sebelum engkau mati. (HR al-Hakim)


Meski filosofi yang sering dilontarkan dalam agama adalah: “Untuk apa kesehatan?” tidak berarti agama sama sekali tidak berbicara mengenai “Bagaimana hidup sehat?”.

Ada beberapa riwayat Hadis yang mengandung ajaran-ajaran hidup sehat. Misalnya, sabda Rasulullah ?, “Lakukanlah bepergian, maka kalian sehat.” (HR Ahmad). “… dan berpuasalah kalian, maka kalian sehat.” (HR ath-Thabarani). “Orang yang tidur dalam keadaan tangannya berbau lemak, lalu ia terkena sesuatu, maka janganlah ia mencela kecuali dirinya sendiri.” (HR ad-Darimi).

Ada beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa Rasulullah  Shallallâhu ‘alaihi wasallam menerapkan pola makan yang sehat. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam memakan kurma dengan mentimun. (HR al-Bukhari dan Muslim). Rasulullah melarang tidur setelah makan (HR Abu Nuaim). Rasulullah menganjurkan mengawali berbuka dengan kurma, jika tidak ada maka dengan air. (HR at-Tirmidzi) Rasulullah memerintahkan makan malam meskipun dengan setelapak kurma. (HR at-Tirmidzi).

Ada beberapa ulama yang secara khusus menulis ajaran kesehatan dalam Islam, misalnya Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam ath-Thibb an-Nabawi. Ibnu Muflih al-Maqdisi dalam al-آdâb asy-Syar’iyah, secara panjang lebar mengurai pola hidup sehat yang diterapkan oleh Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam Begitu pula asy-Syami dalam kitab sejarah Subulul-Hudâ wa-Rasyad, secara khusus menulis judul “Sejarah Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam dalam Menjaga Kesehatan”. Juga, Imam al-Ghazali dalam Ihyâ’ Ulûmiddin, tidak jarang menyinggung hikmah-hikmah kesehatan yang terdapat dalam ajaran-ajaran Islam

Pola hidup sehat ada tiga macam: yang pertama, melakukan hal-hal yang berguna untuk kesehatan; yang kedua, menghindari hal-hal yang membahayakan kesehatan; yang ketiga, melakukan hal-hal yang dapat menghilangkan penyakit yang diderita. Semua pola ini dapat ditemukan dalilnya dalam agama, baik secara jelas atau tersirat, secara khusus atau umum, secara medis maupun non medis (rohani).
Allah berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ


Artinya: … makan dan minumlah kalian, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS al-A’raf [7]: 31)

Menurut mufasir kontemporer, semacam as-Sa’di, ayat tersebut mencakup perintah menjalani pola hidup sehat dalam bentuk melakukan dan menghindari, yakni mengonsumsi makanan yang bermanfaat untuk tubuh, serta meninggalkan pola makan yang membahayakan. Makan dan minum sangat diperlukan untuk kesehatan, sedangkan berlebih-lebihan harus ditinggalkan untuk menjaga kesehatan.

As-Sa’di juga menganggap larangan Allah dalam QS al-Baqarah: 95, “Walâ tulqû bi-aydîkum ilat-tahlukah (dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian ke dalam kebinasaan)merupakan prinsip umum yang bisa juga dijadikan dalil bagi kesehatan. Seorang Muslim dilarang melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya, termasuk di dalamnya adalah mengonsumsi atau melakukan hal-hal yang berbahaya bagi kesehatan. 

Tuntunan kesehatan fisik dalam agama tentu saja dibangun di atas pondasi kesehatan rohani, karena ajaran agama bukanlah teori-teori kedokteran. Contoh-contoh yang disebutkan di atas semuanya memiliki landasan moral, tak murni tuntunan medis. 

Dalam pandangan agama, kesehatan merupakan kemaslahatan duniawi yang harus dijaga selagi tidak bertentangan dengan kemaslahatan ukhrawi atau kemaslahatan yang lebih besar. Kesehatan, kedokteran dan semacamnya sudah menyangkut kepentingan umum yang dalam pandangan Islam merupakan kewajiban kolektif (fardu kifayah) bagi kaum Muslimin.

Sebagai gejala jasmani murni, sehat dan sakit, boleh dibilang tidak secara langsung berkaitan dengan agama. Dalam pandangan agama, sehat belum tentu lebih baik daripada sakit, begitu pula sebaliknya. Sehat dan sakit merupakan dua kondisi yang sama-sama memiliki potensi untuk mendapat label baik atau buruk. Jika manusia bisa mendapat pahala atau dosa dari kondisi sehatnya, maka ia juga bisa mendapatkan pahala atau dosa dari kondisi sakitnya. Di situlah sebetulnya fokus pandangan agama mengenai sehat dan sakit. Selebihnya dari itu, merupakan pengembangan dari prinsip-prinsip moral seperti telah disebutkan di atas.

Pada dasarnya, agama sangat menganjurkan kesehatan, sebab apa yang bisa dilakukan oleh seseorang dalam keadaan sehat lebih banyak daripada yang apa yang bisa dilakukannya dalam keadaan sakit. Manusia bisa beribadah, berjihad, berdakwah dan membangun peradaban dengan baik, jika faktor fisik berada dalam kondisi yang kondusif. Jadi, kesehatan fisik, secara tidak langsung, merupakan faktor yang cukup menentukan bagi tegaknya kebenaran dan terwujudnya kebaikan.

Namun demikian, posisi kesehatan tetap sebagai sarana, bukan tujuan. Tujuan agama adalah tegaknya kebenaran dan terwujudnya kebaikan itu sendiri. Maka, oleh karena itu, dalam sabda-sabda Rasulullah dapat dengan mudah kita temukan janji-janji manis untuk orang-orang yang sakit: bahwa penyakit merupakan penghapus dosa dan mesin pahala yang besar. 

Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa orang meninggal karena sakit perut atau terkena wabah thaun, maka ia syahid. Orang yang sabar saat kedua matanya buta, maka ia mendapat surga (HR al-Bukhari), dan lain sebagainya. Tapi, hal ini sama sekali tidak bisa diartikan bahwa Islam menganjurkan sakit perut, sakit mata, dan seterusnya. Yang dianjurkan adalah sikap tabah dan rela terhadap takdir ketika penyakit-penyakit tersebut menyerangnya. Sebab, misi agama adalah mengajak manusia agar menjadikan setiap kondisi dalam hidupnya sebagai sarana untuk mendulang kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah, baik dalam kondisi sehat maupun sakit, kaya maupun miskin, kuat maupun lemah, dan seterusnya. 

Selain itu, janji pahala tersebut, bisa dipahami sebagai paradigma Islam dalam membesarkan hati orang-orang yang berada dalam kondisi sengsara agar ia tidak putus asa, sebagaimana Islam juga senantiasa memberikan peringatan dan menyalakan lampu kuning untuk orang-orang yang berada dalam kondisi sehat-sejahtera, agar ia tidak terlena.

Dengan demikian, maka jelas sekali bahwa agama mengajarkan hidup sehat, meskipun di balik itu, yang jauh lebih ditekankan oleh agama adalah bagaimana menggunakan kesehatannya itu untuk sesuatu yang baik. Kondisi terbaik yang paling diimpikan oleh agama bagi kehidupan masyarakat adalah kebaikan dalam kesehatan. Selebihnya dari itu, kesehatan boleh hilang asal kebaikan tetap terjaga, dalam kondisi apapun.

copyjahe; dari sidogiri.net

Diamlah! kecuali ada darurat syar'i yang memaksa. Nabi bersabda "siapa yang senang pada keselamatan, maka sebaiknya dia selalu diam".

alustadz Qusyairy berkata "paling utamanya kaum yaitu mereka yang diam tentang apa saja yang mereka ketahui". Sungguh, berbicara adalah malapetaka. Bicara karena kebahagiaan nafsu, menampakkan ingin dipuji dan suka menghiasi ucapan adalah termasuk bahayanya kalam (bicara).

Abu Bakar bin Iyasy berkata "banyak bicara bisa menggersangkan kebaikan seperti tanah yang menyerap air"
al Fadil berkata "orang yang menghitung-hitung antara amal dan bicaranya, maka dia akan sedikit bicaranya"
Ulama' tidaklah mewariskan hikmah kecuali dalam diam dan berfikir. Waro' dalam bicara lebih berat daripada waro' dalam makanan dan pakaian.

Ulama benar-benar sepakat bahwa Cahaya Tuhan bisa hilang dari seseorang ketika dia bicara yang sia-sia dan hatinyapun menjadi gelap.
Sesungguhnya ketika salah satu rukun thoriqoh ambruk maka rukun yang lain akan ikut ambruk. Ulama bertutur bahwa rukun thoriqoh yang paling pokok ada 4: rasa lapar, tidak tidur malam, uzlah (menyendiri) dan DIAM. Selain itu adalah cabang.
Ulama' menembangkan sya'ir;

         tempat kekuasaan
         rukunnya terbagi
         kitalah yang melakukan perubahan
         didalamnya
         antara diam, selalu menyendiri, lapar 
         serta tidak tidur malam
         semua itu adalah perbuatan yang bersih
         dari noda yang cela


by Syafii ppfu manggisan jember (asli)

PENDAHULUAN

Umat Islam di Indonesia, khususnya warga NU, selalu mengadakan Haul dalam rangka mengenang sejarah atau biografi seorang yang ditokohkan. Acara itu diisi dengan pembacaan kalimat tayyibah, tahmid, tahlil. bahkan tidak jarang juga diisi dengan pembacaan maulid serta ceramah agama dari  pemuka-pemuka agama yang hadir di situ. Oleh sebab itu, momentum Haul selalu dinanti oleh umat Islam dengan tujuan, menapaktilasi dan meneladani rekam jejak perjuangan orang yang di-Haul-i.
Akan tetapi, saat ini, peringatan Haul bukan hanya monopoli umat Islam semata. Dalam beberapa tahun belakangan, ada acara yang terlihat lebih semarak dan membahana suasananya yaitu peringatan Valentine`s Day (V-Day).
V-day sering diidentikkan sebagai hari kasih sayang; hari menumpahkan segala perasaan kepada kekasih yang dicintai. Banyak cara dilakukan untuk menambah semarak acara V-Day, di antaranya, acara dansa-dansi, pemberian coklat, hadiah bunga, memakai pakaian serba berwarna merah muda. Lebih dari itu, momen ini juga dijadikan ajang pembuktian ‘cinta’ yang memuakkan dengan free sex. Sungguh sebuah peringatan hari kasih sayang yang berbahaya. Terlebih yang menjadi korban dari intervensi budaya negatif ini adalah para  pemuda (muslim) tumpuan agama.
Yang lebih menyedihkan, ternyata acara V-Day mendapat promosi besar-besaran dari berbagi media massa. Tidak ketinggalan pula Mall-mall dan pusat-pusat perbelanjaan juga bersolek dengan mengemas acara bertema kasih sayang. Dari semua itu, kita mesti waspada, sebab V-Day merupakan salah satu ritual yang diupacarai demi mengenang kematian seorang  pendeta. Untuk itu, kita harus mengetahui latar belakang V-Day, hukum merayakannya dan dampak dari perayaan itu sendiri.
SEJARAH V-DAY
Banyak versi mengenai V-Day. Versi-versi itu berkembang seiring dengan perjalanan waktu.
Asal mula hari Valentine tercipta pada jaman kerajaan Romawi. Menurut adat Romawi, 14 Februari adalah hari untuk menghormati Juno. Ia adalah ratu para dewa dewi Romawi. Rakyat Romawi juga menyebutnya sebagai dewi pernikahan. Di hari berikutnya, 15 Februari dimulailah perayaan ‘Feast of Lupercalia.
Pada masa itu, kehidupan belum seperti sekarang ini, para gadis dilarang berhubungan dengan para pria. Pada malam menjelang festival Lupercalia berlangsung, nama-nama para gadis ditulis di selembar kertas dan kemudian dimasukkan ke dalam gelas kaca. Nantinya para pria harus mengambil satu kertas yang berisikan nama seorang gadis yang akan menjadi teman kencannya di festival itu.
Tak jarang pasangan ini akhirnya saling jatuh cinta satu sama lain, berpacaran selama beberapa tahun sebelum akhirnya menikah. Dibawah pemerintahan Kaisar Claudius II, Romawi terlibat dalam peperangan. Claudius yang dijuluki si kaisar kejam kesulitan merekrut pemuda untuk memperkuat armada perangnya.
Ia yakin bahwa para pria Romawi enggan masuk tentara karena berat meninggalkan keluarga dan kekasihnya. Akhirnya ia memerintahkan untuk membatalkan semua pernikahan dan pertunangan di Romawi. Saint Valentine yang saat itu menjadi pendeta terkenal di Romawi menolak perintah ini.
Ia bersama Saint Marius secara sembunyi-sembunyi menikahkan para pasangan yang sedang jatuh cinta. Namun aksi mereka diketahui sang kaisar yang segera memerintahkan pengawalnya untuk menyeret dan memenggal pendeta tersebut.
Ia meninggal tepat pada hari keempat belas di bulan Februari pada tahun 270 Masehi. Saat itu rakyat Romawi telah mengenal Februari sebagai festival Lupercalia, tradisi untuk memuja para dewa. Dalam tradisi ini para pria diperbolehkan memilih gadis untuk pasangan sehari.
Dan karena Lupercalia dimulai pada pertengahan bulan Februari, para pastor memilih nama Hari Santo Valentinus untuk menggantikan nama perayaan itu. Sejak itu mulailah para pria memilih gadis yang diinginkannya bertepatan pada hari Valentine.
Meskipun demikian, masih banyak versi terkait sejarah V-Day. Latar belakang V-Day bisa disimak di dalam The World Encyclopedia, dan The Chatolic Encyclopedia Vol. XV
MENGGAPAI CINTA SEJATI
Adalah sebuah ilusi hidup tanpa cinta. Kata seorang sastrawan ‘sufi’ Indonesia, Kuswaidi Syafi`i (2003 : ix), cinta merupakan cahaya segala amal, bobot segala upaya, pamor segala tindakan. Cinta pastilah senantiasa muncul melalui segelintir orang pilihan-Nya, sebab cinta sampai kapan pun tetaplah merupakan satu-satunya pilihan hidup yang ideal, yang sanggup menyuguhkan kebeningan dan kesegaran batin, yang mampu meneruskan estafet nilai-nilai kemanusiaan universal, yang bisa memperkukuh nilai-nilai kemanusiaan universal, yang bisa memperkukuh tali sambungan dengan-Nya. Karena itu, lanjutnya, hidup tanpa cinta pasti menjadi ambruk.
Persoalannya, bagaimana cara menyalurkan cinta pada tempat yang sebenarnya. Mahkota cinta sering ditaruh dengan sekenanya. Atas nama cinta dua insan yang berlawanan jenis saling memadu kasih yang menjijikkan di hotel kelas melati hingga hotel berbintang, atas nama cinta sepasang kekasih yang sedang kasmaran menyalurkan syahwatnya tanpa ikatan pernikahan, atas nama cinta pula si gadis merelakan kesuciannya direngut oleh pacar “berhidung belang”. Padahal, banyaknya perilaku menyimpang dalam mengartikan cinta berakibat lumpuhnya akal dan kalbu. Dalam diri manusia sendiri, terkumpul lima komponen dasar : Ruh, hati, akal, Dzauq (perasaan), dan nafsu. Celakanya, banyak kaum muda dan dewasa yang mengaktifkan nafsu semata, sementara ruh, hati, akal, dan dzauq tidak difungsikan sebagaimana mestinya.
Di atas segalanya, baginda Rasul saw pernah bersabda,

اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْماَنُ اِرْحَمُوْا مَنْ فِى الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

Orang-orang penyayang akan dikasihani oleh Tuhan Yang Maha Penyayang, Maha Suci lagi Maha Tinggi. Sayangilah mahkluk yang ada di bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh yang di langit”.
Makna hadits ini adalah (Nawawi Al Jawi:1426), Orang-orang yang menyayangi segenap mahkluk di bumi, baik manusia maupun hewan yang dilindungi, yaitu memperlakukan mereka dengan perlakuan baik, maka Allah akan menyayangi mereka yang melakukan perbuatan itu.
Lebih dari itu, cinta merupakan naluri manusia. “Tiada manusia yang tiada memiliki cinta, tiada kebaikan bagi orang yang tiada cinta. Tiada keindahan dan kenikmatan di dunia jika kita menyendiri tanpa perasan cinta,” demikian cetus Al Abbas bin Al Ahnaf seperti dikutip Ibnul Qoyyin Al Jauziyah dalam Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul `Asyiqin.

SIKAP KITA?
Sikap kita mestilah berbanding lurus dengan sikap yang mencerminkan jati diri seorang muslim. Perayaan hari kasih sayang atau V-Day tidak lebih sekedar upaya peringatan kematian seorang pendeta yang dipandang sebagai ‘martir’ cinta. Berbicara tentang cinta dan kasih sayang, Islam tidak kehabisan bahan untuk itu. Terlebih salah satu pondasi berdiri tegaknya ajaran Islam karena Rahmatan lil Alamin yang salah satunya memprioritaskan hak (cinta) kepada Allah dari yang lain.
Hanya saja, alih-alih menjajal cinta kepada Allah justru cinta kepada sesama manusia sering disalahtafsirkan dengan berpacaran, ber-kholwah (berdua-duaan) di tempat-tempat ramai atau sepi, melakukan hubungan biologis pra-nikah. Akibat dari peringatan V-Day ini lahirlah anak-anak tanpa bapak disertai merajalelanya aborsi.
Paling tidak, sudahkah kita membaca, mengetahui dan mengamalkan firman Allah SWT dalam surah Al Isra`36 :

Ÿوَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya”.
Di dalam Islam tidak ada hari raya selain hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Lagi pula, ungkapan cinta dan kasih sayang tidak perlu diutarakan pada waktu-waktu tertentu. Tidak perlu menunggu tanggal 14 Februari. Sebab, cinta adalah naluri manusia yang diberikan Allah kepada setiap insan. Jadi, kapan dan di mana pun juga, ekspresi cinta bisa diungkapkan setiap saat.
Sementara itu, Rasul bertutur : “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka dia termasuk dari kaum tersebut”.
Sabda Nabi saw lainnya : “Kamu akan mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai mereka masuk ke dalam lubang biawak kamu tetap mengikuti mereka”. Kami bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah yang anda maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani?” Rasulullah menjawab, “Kalau bukan mereka, siapa lagi?” (HR. Bukhari-Muslim)
V-Day adalah bencana budaya buat kita semua. Meski begitu, belumlah cukup sekedar fatwa haram tanpa dicarikan solusi yang memadai sehingga kawula muda bisa meletakkan cinta sesuai pada tempatnya.
Akhirnya, peringatan V-Day sudah waktunya kita eliminasi lalu kita jadikan sebagai monumen kecelakaan sejarah yang tidak perlu ditangisi apalagi diikuti.

By sYAFI'I, PPFU Manggisan Jember

Perhiasan wanita (seperti kalung, anting-anting) haram bagi laki-laki secara mutlak (dari emas atau bukan)  karena tasyabbuh (penyerupaan), kecuali cincin perak, disunnahkan bagi laki-laki dengan syarat tidak mencapai satu mitsqol ( 4 gram). Adapun cincin emas, maka haram, atau cincin perak yang mencapai satu mitsqol dan sudah menjadi ‘urf di daerah itu sebagai isrof, maka haram juga.

Posisi cincin perak disunnahkan di jari kelingking kanan atau kiri.
Emas putih hanya istilah masyarakat Indonesia saja, sebenarnya itu adalah platinum, sehingga dalam hukum tidak berlaku hukum emas. Oleh karena itu, diperbolehkan menggunakan cincin yang terbuat dari platinum.

المنهج القويم شرح المقدمة الحضرمية للهيتمي – (1 / 221(

ولا اتخاذه بلا لبس و حل لمن مر الجلوس عليه فوق حائل فرش عليه ولو خفيفا مهلهل النسج لأنه لا يسمى في العرف مستعملا له ويحرم على الرجل والخنثى المزعفر والمعصفر كما في الروضة وغيرها من تصويب البيهقي وأطال فيه وألحق جمع المورس بالمزعفر لكن ظاهر كلام الأكثرين حله ويحرم على الرجل وغيره استعمال جلد الفهد والنمر ويسن التختم بالفضة للرجل ولو لغير ذي منصب للاتباع والأولى أن يكون دون مثقال فإن بلغ مثقالا وعده العرف إسرافا حرم وإلا فلا على الأوجه وخبر فلا يبلغه مثقالا ضعيف وإن حسنه بعض المتأخرين ويسن كونه في الخنصر اليمنى أو اليسرى للاتباع و لكن اليمنى أفضل لأن حديث لبسه فيها أصح كما قاله البخاري ويكره لبسه في غير الخنصر وقيل يحرم واعتمده الأذرعي ويجوز لبسه فيهما معا وبفص وبدونه وجعله في باطن الكف أفضل ونقشه ولو بذكر ولا يكره ويكره تنزيها للرجل لبس فوق خاتمين وللمرأة لبس أكثر من خلخالين ويجوز التختم بنحو الحديد والنحاس والرصاص بلا كراهة وخبر مالي أرى عليك حلية أهل النار لرجل وجده لابسا خاتم حديد ضعيف لكن حسنه بعضهم فالأولى ترك ذلك والسنة في الثوب والأزار للرجل أن يكون إلى نصف الساقين ويجوز بلا كراهة إلى الكعبين وفي العذبة أن تكون بين الكتفين وفي الكم أن يكون إلى الرسغ وهو المفصل بين الكف والساعد ويكره نزول ذلك عما ذكره ومنه نزول الثوب أو الأزار من الكعبين أي عنهما ويحرم نزول ذلك كله عما ذكر فيه للخيلاء أي بقصده للوعيد الشديد الوارد فيه

الاقناع في حل ألفاظ أبي شجاع – (1 / 316(

يحرم على الرجال ومثلهم الخناثى التختم بالذهب لخبر أبي داود بإسناد صحيح أنه صلى الله عليه وسلم أخذ في يمينه قطعة حرير وفي شماله قطعة ذهب وقال هذان أي استعمالهما حرام على ذكور أمتي حل لإناثهم وألحق بالذكور الخناثى احتياطا واحترز بالتختم عن اتخاذ أنف أو أنملة أو سن فإنه لا يحرم اتخاذها من ذهب على مقطوعها وإن أمكن اتخاذها من الفضة ويحل للنساء لبس الحرير واستعماله بفرش أو غيره والتختم بالذهب والتحلي به للحديث المار ويسير الذهب وكثيره في حكم التحريم على من حرم عليه سواء بلا فرق وإذا كان بعض الثوب إبريسيما وهو بكسر الهمزة وبفتح الراء وفتحهما وكسر الراء ثلاث لغات الحرير وبعضه قطنا أو كتانا جاز لبسه ما لم يكن الإبريسم غالبا فإنه يحرم تغليبا للأكثر بخلاف ما أكثره من غيره والمستوى منهما لأن كلا منهما لا يسمى ثوب حرير والأصل الحل وتغليبا للأكثر في الأولى وللولي إلباس ما ذكر من الحرير

artikel ini adalah jawaban atas pertanyaan saya kepada forsansalaf.com
disalin tanpa perubahan

Kata orang tua, tempat mengubur ari ari itu harus diberi lampu biar anaknya terang hatinya. bahkan ada yang ngasih cabai biar anaknya jadi pemberani. bagaimana hukum semua itu…..? terimakasih.
From : syafi’i ima < syafii_ima@yahoo.co.id

FORSAN SALAF menjawab :

Ari-ari bayi yaitu tempat janin selama dalam kandungan bukanlah termasuk bagian tubuh dari bayi dan juga bukan bagian dari ibu si bayi, sehingga tidak ada kewajiban sama sekali dalam hal memandikan atau menguburnya. Oleh karena itu, diperbolehkan untuk tidak dikubur bahkan dibuang sekalipun (selama tidak mengganggu orang lain).

Adapun berkeyakinan dengan memberi lampu dapat menerangi hati si bayi atau dengan memberi cabai dapat menjadikan si bayi pemberani, hukumnya haram bahkan dapat menyebabkan kesyirikan jika meyakini lampu dan cabai itu yang memberikan pengaruh bukan Allah, –wal ‘iyadzu billah min dzalik-.

حواشي الشرواني – (ج 3 / ص 161(

قوله: (ولو ما يقطع للختان) فرع هل المشيمة جزء من الام أو من المولود حتى إذا مات أحدهما عقب انفصالها كان لها حكم الجزء المنفصل من الميت فيجب دفنها وإذا وجدت وحدها وجب تجهيزها والصلاة عليها كبقية الاجزاء أو لانها لا تعد من أجزاء واحد منهما خصوصا المولود فيه نظر فليتأمل سم على المنهج أقول الظاهر أنه لا يجب فيها شئ ع ش عبارة البجيرمي أما المشيمة المسماة بالخلاص التي تقطع من الولد فهي جزء منه وأما المشيمة التي فيها الولد فليست جزأ من الام ولا من الولد قليوبي وبرماوي اه.

حاشية الجمل – (ج 7 / ص 143(

وَعِبَارَةُ الْبِرْمَاوِيِّ أَمَّا الْمَشِيمَةُ الْمُسَمَّاةُ بِالْخَلَاصِ فَكَالْجُزْءِ ؛ لِأَنَّهَا تُقْطَعُ مِنْ الْوَلَدِ فَهِيَ جُزْءٌ مِنْهُ وَأَمَّا الْمَشِيمَةُ الَّتِي فِيهَا الْوَلَدُ ، فَلَيْسَتْ جُزْءًا مِنْ الْأُمِّ وَلَا مِنْ الْوَلَدِ انْتَهَتْ .

حاشية البجيرمي على الخطيب – (ج 3 / ص 245(

وَالْمَشِيمَةُ الْخَارِجَةُ مَعَ الْوَلَدِ طَاهِرَةٌ وَهَلْ هِيَ جُزْءٌ مِنْ الْأُمِّ أَوْ مِنْ الْوَلَدِ وَيَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ إذَا مَاتَ أَحَدُهُمَا يَجِبُ دَفْنُهَا مَعَهُ ، وَتَصِحُّ الصَّلَاةُ عَلَيْهَا وَغُسْلُهَا وَتَكْفِينُهَا وَمُوَارَاتُهَا فِيهِ نَظَرٌ ا هـ رَحْمَانِيٌّ .

حاشيتا قليوبي – وعميرة – (ج 4 / ص 407(

أَمَّا الْمَشِيمَةُ الَّتِي فِيهَا الْوَلَدُ فَلَيْسَتْ جُزْءًا مِنْ الْأُمِّ وَلَا مِنْ الْوَلَدِ انْتَهَى .

الفتاوى الفقهية الكبرى  – (ج 3 / ص 70)

بَابُ صَلَاةِ الِاسْتِسْقَاءِ ( وَسُئِلَ ) رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَا قَوْلُ مَنْ يَقُولُ بِسَعْدِ الْمَنَازِلِ وَبِحُسْنِهَا وَمَا يَكُونُ جَوَابُ مَنْ يُسْأَلُ عَنْ يَوْمِ كَذَا يَصْلُحُ لِنَقْلَةٍ أَوْ تَزْوِيجٍ ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ : مَنْ أَضَافَ التَّأْثِيرَ إلَى الْمَنَازِلِ أَوْ الْكَوَاكِبِ أَوْ الْبُرُوجِ أَوْ الْأَيَّامِ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَ أَنَّ ذَلِكَ مِنْ حَيْثُ إنَّ اللَّهَ أَجْرَى عَادَتَهُ الْإِلَهِيَّةِ بِوُقُوعِ ذَلِكَ الْأَمْرِ عِنْدَ ذَلِكَ الشَّيْءِ لَمْ يَحْرُمْ عَلَيْهِ بَلْ يُكْرَهُ لَهُ ذَلِكَ وَإِنْ أَرَادَ أَنَّ نَحْوَ الْمَنْزِلِ أَوْ الْكَوْكَبِ مُؤَثِّرٌ بِنَفْسِهِ كَفَرَ وَأَصْلُ ذَلِكَ مَا قَالَهُ الْأَئِمَّةُ فِيمَنْ يَقُولُ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا فَعُلِمَ أَنَّ مَنْ سُئِلَ عَنْ يَوْمٍ يَصْلُحُ لِنَحْوِ نَقْلَةٍ .يَنْبَغِي أَنْ لَا يُجِيبَ بِشَيْءٍ مِنْ حَيْثُ الْيَوْمُ بَلْ يَأْمُرُ بِالِاسْتِخَارَةِ وَالْفِعْلِ بَعْدَهَا إنْ انْشَرَحَ لَهُ الصَّدْرُ لِأَنَّ هَذَا هُوَ السُّنَّةُ وَخِلَافُ الْمَأْلُوفِ مِنْ الْجَهَلَةِ الْمُشْتَغِلِينَ بِمَا لَا يَحِلُّ مِنْ عِلْمِ الرَّمْلِ وَأَمْثَالِهِ هُوَ الْبِدْعَةُ الْقَبِيحَةُ الْمُحَرَّمَةُ .