REPUBLIK HATI - Syaf Jtr

Hidupku adalah Cita-citaku Matiku nanti juga Cita-citaku Bahagia juga cita-citaku

Sambutan Penerjemah
Hamdan lilLah, sholawatuHu wa salamuHu tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw.
Ini adalah terjemahan secara ringkas dari sebuah buku (kitab) karya Sayyid Abdul Wahhab as Sa'rony yang berjudul al Minah as Saniyah. Dan terjemahan ini kami beri judul "Pesan-pesan Pembuka Hati". Tiada lain harapan kecuali semoga kita bisa memetik menfaat ilmu dengan menerima pesan-pesan dari kerja nyata ini, amin!.
Kami mempersilahkan kepada para pembaca yang terhormat, untuk memberi komentar atau pembenahan jika dalam usaha ini terdapat penyesatan makna.

Sambutan Penulis
Segala puji bagi Allah, Dzat yang mewajibkan taubat, Dzat yang mengharamkan berbuat dosa.
Saya bersaksi tiada tuhan selain Allah, yang Satu, tiada sekutu bagiNya, yang mencatat semua amal perbuatan manusia.
Dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad saw adalah hamba dan utusanNya, yang dipilih dari golongan yang baik.
Semoga Allah memberi rahmat dan keselamatan kepada Nabi, keluarga dan sahabatnya sang pemimpin dan elok perbuatannya.
Buku ini adalah penjelasan daripada nasehat-nasehat Syekh al Arif bilLah Abi Ishaq, Ibrohim al Mutabawwily; semoga Allah menempatkannya di sorga. Semoga Allah memberi manfaat kepada kita kaum muslimin sebab barokahnya, semoga doa-doa beliau berlaku kepada kita.
Saya mohon kepada Allah agar Dia memberi manfaat dalam buku ini dan menjadikannya ikhlas karenaNya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.


NASEHAT PERTAMA

 (Wajib atasmu Istiqomah dalam bertaubat)
Taubat adalah kembali. Dan menurut syariat adalah kembali dari sesuatu yang tercela menuju ke sesuatu yang terpuji menurut ukuran syar'i.
Taubat mempunyai tahapan permulaan dan tahapan akhir (tujuan yang harus di gapai).

Tahapan permulaan taubat adalah taubat dari dosa besar kemudian dari dosa kecil, kemudian tidak melakukan perbuatan yang tidak disenangi oleh syariat (makruh), kemudian tidak melakukan sesuatu yang tidak utama, kemudian menghindar dari menghitung kebaikan-kebaikan diri. Selanjutnya tidak menganggap dirinya telah masuk kepada golongan orang-orang fakir dan tidak menganggap dirinya sudah melakukan kesungguhan bertaubat. Puncaknya adalah taubat dari suara hati yang tidak di ridloi Allah.
Adapun tahapan akhir taubat adalah taubat dari "WAKTU" yang dirinya telah melupakan Allah walau sekejap mata.

Ahli thoriqoh dan menyatakan masalah berkata: "Sah-lah taubat seseorang yang menyesali dan mengakui dosanya". Allah tidak mengkisahkan kepada kita tentang taubatnya bapak kita Adam as. selain penyesalan dan pengakuan. Kalau ada persyaratan lain selain itu, tentunya Allah menceritakan kepada kita.

Sedangkan perkataan ulama' bahwa syarat taubat adalah meninggalkan dan bersengaja tidak akan melakukan dosa kembali, adalah hasil dari pemikiran. Karena, menyesali dosa sudah pasti meninggalkan dosa dan tidak melakukannya.

Dengan taubat, dimaafkanlah semua dosa kepada Allah dan dosa kezaliman hamba pada dirinya sendiri sebab melakukan ma'siat. Kecuali dosa syirik dan yang menyangkut hak-hak orang lain; harta atau harga diri.
Ulama berkata: "Orang yang kokoh kedudukan taubatnya, dia dijaga oleh Allah dari cacatnya amal".

Syekh Abu Ishaq mendorong istiqomah dalam taubat karena jika ada kebengkokan dalam taubat maka tingkatan kedudukan (maqom) diatasnya akan terkapar, karena taubat adalah dasar dari setiap kedudukan.
Muhammad bin Inan berkata: "orang yang istiqomah taubatnya (menghindari ma'siat), dia akan naik derajatnya kepada derajat taubat dari perbuatan yang tidak berguna. Dan orang yang tidak istiqomah taubatnya dia tidak akan bisa menjaga getar hatinya, bahkan getar hatinya mengajak ma'siat dan menguasai dirinya hingga kedalam sholatnya".

Allah memerintah nabi Muhammad saw. istiqomah dalam taubat dan memerintah para pengikut nabi agar istiqomah dalam taubat.
Semoga seluruh kedudukan dan keadaan yang baik-baik dianugerahkan kepada prang yang istiqomah taubat dan zuhud pada dunia.

Sepantasnya seorang hamba meneliti anggota tubuhnya yang dhohir dan yang bathin, setiap pagi dan sore. Apakah anggota tubuhnya sudah menjaga batasan-batasan Allah atau melanggarnya? apakah sudah ikhlas melakukan perintah Allah atau belum?. Bersyukurlah kalau ternyata sudah melakukan taat dan jaganlah memandang dirinya sebagai orang ahli taat. Kalau ternyata berlumuran ma'siat maka harus menyesali dan bacalah istighfar, kemudian bersyukurlah kalau ternyata Allah tidak mentaqdirkan berbuat ma'siat lebih banyak lagi, dan bersyukurlah pula karena Allah tidak merusak anggota tubuh yang melakukan ma'siat. Sebenarnya, anggota tubuh yang ma'siat pantas mendapatkan bala'.
Engganlah pada dunia semata-mata mengikuti perintah Allah. Sejak dijadikan, dunia tidak pernah dipandang oleh Allah. Sebuah hadits menjelaskan: "cinta harta dan kedudukan bisa menumbuhkan sifat munafiq dalam hati, laksana air menumbuhkan sayuran"

Adapun yang dimaksud dunia adalah sesuatu yang lebih dari kebutuhan menurut ukuran syariat.
Imam Abul Hasan pernah berkata; "jika kalian memuji seseorang, sehingga seakan-akan engkau jadikan orang itu sebagai orang yang benar, maka Allah tidak menoleh pada orang tadi jika dihatinya masih ada tempat daripada dunia". Seseorang yang berharap sampai kepada Allah tidak akan pernah naik derajatnya kecuali "Cinta Allah"nya sudah sah. Dan Allah tidak akan mencintai dia sehingga dia membenci dunia dan isinya serta hatinya tidak tergantung pada kenikmatan dunia dan akhirat.

Orang yang mencintai dunia akan dibenci oleh Allah seukuran cintanya pada dunia.

Orang yang mengharap sampai kepada Allah wajib mencampakkan dunia dari tangan dan hatinya. Sesungguhnya paling sedikitnya pondasi yang harus dibangun oleh orang tersebut adalah zuhud pada dunia, kalau tidak, tidaklah sah baginya membangun kepentingan akhirat.
Adalah Syekh Abdul Qodir al Jailani pernah berkata: "Orang yang mengharapkan akhirat wajib zuhud pada dunia. Orang yang mengharapkan Allah wajib zuhud pada akhirat. Selama keinginan pada dunia masih bercokol dihatinya, atau kelezatan makanan atau keindahan pakaian atau kelezatan nikah atau kekuasaan atau kepemimpinan atau meneliti dengan cermat cabang-cabang ilmu yang lebih dari kewajiban seperti riwayat hadits pada zaman ini, membaca alquran dengan bacaan tujuh, seperti ilmu nahwu, fikih dan kefasihan, maka orang semacam ini belum termasuk MUHIBBIN (orang yang mencintai akhirat), melainkan dia hanyalah orang yang senang pada dunia yang hanya mengikuti hawa nafsunya saja".

Sayyid Abul Mawahib as Sadzili berkata: "Ibadah yang disertai cinta dunia hanya menyibukkan hati dan melelahkan anggota badan saja. Ibadah semacam ini bernilai sedikit, walaupun banyak menurut sangkaan orang yang melakukannya. Laksana badan tanpa ruh". Karena itulah kita sering melihat para pecinta dunia rajin berpuasa, sholat, haji berulang-ulang tetapi mereka tidak mempunyai cahaya zuhud, tidak merasakan manisnya beribadah.

Hakikat zuhud adalah meninggalkan kecondongan cinta pada dunia, bukan mengkosongkan tangan dari harta, karena syariat tidak melarang jual beli dan muamalah yang lain. Ini adalah pengertian zuhud yang paling baik.

Bagi orang yang sempurna akalnya tidak ada sesutupun di dunia dan di akhirat yang menyibukkannnya sehingga berpaling dari Allah. Berbeda dengan orang yang pendek akalnya.

Dari uraian di atas bisa ditarik pemahaman bahwa cara berzuhud bagi orang yang diberi bagian harta oleh Allah bukan dengan meninggalkan hartanya, melainkan dengan cara meninggalkan condongnya hati, sekiranya tidak pelit pada orang yang berhak menerimanya dan tidak menyibukkan dirinya sehingga jauh dari tuhannya. Dan CARA berzuhud bagi orang yang tidak diberi bagian harta oleh Allah adalah dengan cara meninggalkan harta.


NASEHAT KEDUA

(Tinggalkanlah hal-hal yang mubah demi menggapai kedudukan yang lebih tinggi)
Ahmad Ali al Marshofy berkata: 'derajat pilihan tidaklah sah dimiliki seseorang hingga dia meninggalkan perkara mubah, (tidak) menjadikan mubah sebagai perkara yang diperintahkan atu menganggapnya lebih utama dari sesuatu yang disunnahkan, sehingga dia menjauhi mubah seakan dilarang'. Ulama sudah bersepakat bahwa orang yang mengerjakan mubah dengan kemauan (nafsu) sendiri dan untuk dirinya sendiri tidak akan ada yang sampai kejalan akhirat.

Allah tidak menjadikan perkara mubah kecuali untuk meringankan beban manusia dari kesulitan menjalankan perintah-perintah tatkala Allah membebankan agama sebagai perintah. Jika Allah tidak membebankan agama kepada manusia tentunya Allah tidak mensyariatkan perkara mubah, sebagaimana yang Allah lakukan kepada malaikat, sebab itulah malaikat selalu sujud siang malam, tidak merasa bosan. Demikian menurut imam Ali al Khowwas. Beliau juga berkata;'bila ada seseorang selalu menghindar dari kemubahan untuk menggapai kedudukan yang lebih tinggi dan dia selalu menganjurkan pengikutnya agar menyedikitkan berbuat mubah dan agar menjadikan mubah sebagai amal taat, maka orang itu mendapat pahala dari semua itu'.

Apabila tidak menemukan niat taat, niatilah mubah itu dengan kebaikan. Misal makan, niatilah agar kuat beribadah, bicara, niatilah untuk membahagiakan saudaranya dengan pembicaraannya dan lain-lain.
Seorang guru harus menegur muridnya sebab tidur tanpa kondisi darurat, makan tanpa sebab lapar, bicara tanpa ada kepentingan dan berbaur dengan manusia tanpa ada sesuatu yang mengharuskan. Guru tadi harus bertujuan agar muridnya selalu mendapat pahala wajib dalam setiap keadaannya. Makanlah, tatkala makan itu wajib bagimu. Bicaralah, tatkala bicara itu wajib atasmu. Jika tidak bisa demikian maka minimal jangan keluar dari nilei sunnah, makan dan bicaralah ketika keduanya itu sunnah.

Juga, seorang guru hendaklah menegur muridnya sebab sering lupa, sering mimpi keluar sperma, suka menelunjurkan kaki. Juga tegurlah muridnya sebab makan karena sahwat, karena sahwat bisa menghentikan naiknya derajat.


Disebutkan dalam kitab Zabur Nabi Daud; "hai Daud, peringatilah kaummu dari makan sebab sahwat, karena hati orang yang ahli sahwat terhalang dariKu"
Seperti halnya makan sebab sahwat bisa menjauhkan hamba dari Allah, begitu juga menlunjurkan kaki tanpa hajat ditempat keramaian termasuk adab yang jelek.


Seseorang tidak akan sampai pada derajat sidqi sehingga dia sangat mengagungkan perintah dan larangan Allah, dia mengerjakan sunnah seakan wajib, menjauhi makruh seakan haram, menjauhi haram seakan menyebabkan kafir. Seluruh kemubahan diniati baik agar berpahala, tidur siang diniati agar kuat sholat malam, menuruti sebagian sahwat (keinginan) untuk mengobati dirinya. Sungguh, dalam keadaan sahwat lisan akan berkata 'jadilah engkau menyertahiku dalam semua keinginanku, kalau tidak, kubanting kau!'.
Begitu juga ketika memakai busana 'kebesaran' hendaklah berniat menampakkan nikmat Allah, bukan kebahagiaan nafsu belaka. Ketika makan minum yang enak hendaklah diniati untuk memenuhi (kebutuhan)anggota-anggota tubuhnya agar bersyukur kepada Allah Ta'ala.


Abul Hasan as Sadzili berkata kepada muridnya: 'Makanlah makanan yang enak, minumlah minuman yang lezat, tidurlah ditempat tidur yang empuk, pakailah pakaian yang halus, kerana sesungguhnya jika kalian berbuat demikian lalu mengucapkan AlhamdulilLah, maka seluruh tubuhmu akan menjawab karena bersyukur'. Beda ketika kalian makan roti jagung dengan garam, tidak memiliki pakaian bagus, tidur diatas tanah, minum air asin , lalu berucap alhamdulilLah, anggota tubuhmu juga berucap demikian, tetapi masih ada perasaan tidak suka dan tidak puas atas yang ditakdirkan Allah. Padahal rasa tidak puas dan tidak suka atas yang ditakdirkan Allah lebih condong kepada dosa bila dibanding dengan perbuatan orang-orang yang dengan terang-terangan menolak dunia. Karena orang yang menolak dunia berarti mengerjakan apa yang diperbolehkan oleh Allah, sementara orang yang mempunyai perasaan tidak suka dan tidak puas itu benar-benar telah mengerjakan perbuatan yang dilarang oleh Allah.
Amalkanlah itu semua wahai saudaraku!.




NASEHAT KETIGA
(berhati-hatilah dari halusnya sifat riya')

Hati-hati dalam hal ini karena khawatir pahala amal menjadi sia-sia dan hati menjadi gelap.
Diantara sifat riya' yang halus yaitu mempercantik ibadah. Si Penasehat berkata; 'riya' adalah racun yang membatalkan ibadah'. Diantaranya lagi adalah orang lemah yang mengagungkan kedudukannya sendiri disisi manusia dengan tidak tidur sepanjang malam, padahal sebenarnya dia tidak kuat jaga malam apalagi tidak tidur terus-menerus.

Ahli makrifat sepakat bahwa tanda riya' adalah mempermanis ibadah. Nafsu manusia tidak akan merasa lezat melakukan ibadah kecuali kalau ibadah itu sesuai dengan keinginannya, kalau tidak, maka akan berat melakukan ibadah.

tanda riya' yang lain adalah beramal karena allah dan lainNya. sayyid Abd. qodir adDastuty berkata 'wajib atasmu mengihlaskan tujuan karena Allah dan janganlah kamu sembrono dalam hal ini, janganlah pula kamu rela nafsumu menguasaimu, maka engkau akan rusak' . Masalah ini adalah sesuatu yang sulit dan samar bagi pemula dan ikkhlas sangat sulit atas mereka. Beda dengan riya yang murni atau jelas yang bisa difahami hanya dengan sedikit berfikir.

Beramal karena Allah dan karena yang lain bisa dicontohkan seperti berikut;