REPUBLIK HATI - Syaf Jtr

Hidupku adalah Cita-citaku Matiku nanti juga Cita-citaku Bahagia juga cita-citaku

Definisi


عِلْمُ الْحَدِيْثِ هُوَ مَعْرَِفَةُ الْقَوَاعِدَ الَّتِيْ يَتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى مَعْرِفَةِ الرَّاوِي و الْمَرْوَي
Ilmu Hadits adalah pengetahuan mengenai kaidah-kaidah yang menghantar-kan kepada pengetahuan tentang rawi (periwayat) dan marwi (materi yang diriwayatkan).

Pendapat lain yang menyatakan bahwa,

هُوَ عِلْمُ بِقَوَانِيْنَ يَعْرَفُ بِهَا أحْوَالُ السَّنَدِ وَ الْمَتْنِ
Ilmu Hadis adalah ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui kondisi sanad dan matan.


Penjelasan Definisi

Sanad adalah rangkaian rijal/rawi (periwayat hadits) yang menghantarkan kepada matan (teks) hadits.

Matan adalah perkataan (teks/isi berita) yang terletak di penghujung sanad.


Contoh-contoh :

Al-Bukhari meriwayatkan hadits berikut, di dalam kitabnya yang bernama ash-Shahih, Bab Kayfa kana bad’ al-wahyi ila Rasulillah saw, jilid 1, hal. 5

حدثَنا الْحميدِي عبد اللَّهِ بن الزبيرِ، َقال: حدَثنا سفْيان، َقال: حدثَنا يحيى بن سعِيدٍ الَْأنصارِي، َقال: َأخبرنِيم محمد بن إِبراهِيم التيمِي َأنه سمِع علَْقمَة بن وقَّاصٍ اللَّيثِي يُقول سمِعت عمر بن اْلخطَّابِ رضِي اللَّه عنهم عَلى الْمِنبرِ َقاَل سمِعت رسول اللَّهِ صلَّى اللَّه عَليهِ و سلَّم يُقول: إنما الأعمال بالنية. وإنما لامرئ ما نوى. فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله، فهجرته إلى الله ورسوله. ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو أمرأة يتزوجها، فهجرته إلى ما هاجر إليه

Telah menceritakan kepada kami al-Humaidi, Abdullah bin az-Zubair, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Sufyan, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id al-Anshari, ia berkata; Telah memberitahukan kepadaku Muhammad bin Ibrahim at-Taimi bahwasannya ia mendengar ‘Alqamah bin Waqqash al-Laitsi berkata; Aku mendengar Umar bin Khaththab ra berkata di atas mimbar; Rasulullah saw bersabda; "Sesungguhnya semua perbuatan itu disertai dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya (diniatkan) kepada dunia yang akan diperolehnya, atau perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya (dibalas) kepada apa yang ia niatkan"

Yang dinamakan Sanad pada hadis di atas adalah

حدثَنا الْحميدِي عبد اللَّهِ بن الزبيرِ، َقال: حدَثنا سفْيان، َقال: حدثَنا يحيى بن سعِيدٍ الَْأنصارِي، َقال: َأخبرنِيم محمد بن إِبراهِيم التيمِي َأنه سمِع علَْقمَة بن وقَّاصٍ اللَّيثِي يُقول سمِعت عمر بن اْلخطَّابِ رضِي اللَّه عنهم عَلى الْمِنبرِ َقاَل سمِعت رسول اللَّهِ صلَّى اللَّه عَليهِ و سلَّم يُقول
Telah menceritakan kepada kami al-Humaidi, Abdullah bin az-Zubair, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Sufyan, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id al-Anshari, ia berkata; Telah memberitahukan kepadaku Muhammad bin Ibrahim at-Taimi bahwasannya ia mendengar ‘Alqamah bin Waqqash al-Laitsi berkata; Aku mendengar Umar bin Khaththab ra berkata di atas mimbar; Rasulullah saw bersabda

Sedangkan Matan pada hadits di atas adalah;

إنما الأعمال بالنية. وإنما لامرئ ما نوى. فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله، فهجرته إلى الله ورسوله. ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو أمرأة يتزوجها، فهجرته إلى ما هاجر إليه
"Sesungguhnya semua perbuatan itu disertai dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya (diniatkan) kepada dunia yang akan diperolehnya, atau perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya (dibalas) kepada apa yang ia niatkan"

Tujuan mempelajari ilmu hadits adalah untuk membedakan antara hadits shahih dan dla’if serta memahami bagaimana imam hadits menentukan suatu hadits yang dinyatakan shahih olehnya.

Secara gampangnya, sanad itu diibaratkan sebagai tangga, sedangkan rawi-rawi (perawi) dalam sanad sinonim dengan anak tangga.

Umumnya, jika mau naik loteng tentulah anda harus naik tangga terlebih dahulu, karena jika tidak, bagaimana anda bisa mencapai loteng ?

Demikian juga dengan sanad, ia adalah seperti tangga yang menjadi jalan bagi kita agar bisa sampai ke loteng (tujuan) yang dalam hal ini adalah rasulullah saw sebagai sumber khabar/berita.


Definisi Hadits, Khabar Dan Atsar

Dilihat dari asal sumber beritanya, maka berita/kabar terbagi dalam 3 istilah, yaitu : Hadits, Khabar, Atsar


الْحدِيْثُ مَا جَاءَ عَنِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، سَوَاءً كَانَ قًوْلاًَ أوْ فِعْلاًَ أوْ تَقْرِيْرًَا أوْ صِفَةًً
Hadits, adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi saw, baik yang berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, ataupun sifat

الْخَبَرُ مَا جَاءَ عَنْهُ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسلَّمَ و عَنْ غَيْرُِهُ مِنْ أصْحَابِهِ أوْ التَابِعِيْنَ أوْ تَابِعِ التَّابِعِيْن َأو مَنْ دُوْنَهُمْ
Khabar, adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi saw ataupun yang lainnya, yaitu shahabat beliau, tabi’in, tabi’ tabi’in, atau generasi setelahnya.

الأََثَرُ مَا جَاءَ عَنْ غَيْرِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مِنْ الصَحَابَةِ أوْ التَّابِعِيْن أوْ تَابِعِ التَّابِعِيْنَ أوْ مِنْ دُوْنَهُمْ

Atsar, adalah segala sesuatu yang datang selain dari Nabi saw, yaitu dari shahabat, tabi’in, atau generasi setelah mereka.


Contah-contoh

1. Contoh hadits qauly (perkataan) :

إنما الأعمال بالنية
Sesungguhnya setiap amal itu dengan niat


2. Contoh hadits fi’ly (perbuatan) adalah hadits yang diriwayatkan dari 'Aisyah ra.

كَانَ النَّبِِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا أرَادَ أنْ يَنَامَ وَ هُوَ جُنُّبٌُ غَسِلَ فَرْجَهُ وَ تَوَضَأ لِلصَّلاَةِ
Nabi saw apabila akan tidur, sedangkan beliau dalam keadaan junub maka beliau berwudlu seperti wudlu untuk shalat


3. Contoh hadits taqriry (persetujuan) adalah hadis dari Ibnu Abbas ra,

َنَّ خَالتَهُ أَهْدَتْ إَِلَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَ سَلَّمَ سَمْنًا وَ أضْبًَا وَ أقْطًا فَأكَلَ مِنَ السَّمْنِِ وَ مِنَ الأقْطِ و تَرَكَ الأضْبَ تَقَْذُّرًَا وَ أكِلَ عَلَى مَائِدَتِهِ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَ سَلَّمَ، وَلَوْ كَانَ حَرَامًا مَا أُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ
Bahwa bibinya memberi hadiah kepada Rasulullah saw berupa mentega, daging biawak dan keju, lalu beliau memakan mentega dan keju dengan meninggalkan daging biawak karena merasa jijik, tetapi daging itu dimakan di meja makan rasulullah saw, seandainya haram maka tak akan dimakan di meja Rasulullah saw


4. Contoh hadits sifat, yaitu hadis yang memuat sifat pribadi nabi saw, adalah hadis dari Anas ra;

َانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَ سَلَّمَ رَبْعَةًَ لًيْسَ بِالطَّوِيلِ وَ لاَ بِالَْقَصِيرِ حَسَنُ الْجِسْمِ وَكَانَ شَعْرُهُ لَيْسَ بِجَعْدٍ وَلاَ سَبْطٍ أسْمَرُ اللَّونِِ إِذَا مَشَى يَتَكَفَّأُ
Rasulullah itu tingginya sedang, tidak tinggi dan tidak pendek, tubuhnya bagus, rambutnya tidak keriting dan tidak lurus, warnanya coklat, apabila berjalan rambutnya bergoyang.

Maka dapat disimpulkan bahwa :

Khabar (الْخَبَرُ) berita yang bisa datang dari siapa saja baikd ari nabi saw atau selain nabi saw, sedangkan hadits (الْحدِيْثُ) adalah berita yang bersumber dari Nabi saw, sedangkan Atsar (الأََثَرُ) adalah berita yang bersumber selain dari Nabi saw.

Namun perlu diketahui bahwa pembagian di atas adalah pembagian secara umum, karena Atsar (dalam ilmu musthalahul hadits) terkadang disebut sebagai hadits mauquf, sedangkan hadits disebut sebagai hadits marfu'.

Istilah mauquf dan marfu' adalah ditujukan kepada dari mana sumber berita tsb diambil. Jika diambil dari shahabat nabi saw maka disebut hadits mauquf, sedangkan jika diambil dari nabi saw maka disebut hadits marfu'.

Perbedaan penyebutan hadits marfu' dengan hadits atau hadits mauquf dengan atsar terjadi dari kebiasaan penyebutan istilah dan berdasarkan pemakaian umum dan khusus saja.

Mungkin kita pernah mendengar hadits (cerita) israiliyat, apa itu hadits israiliyat ?

Hadits israiliyat adalah suatu cerita/berita yang bersumber dari bani israil dan terkait dengan kisah-kisah bani israil.

Umumnya, yang disebut hadits israiliyat adalah hadits-hadits yang tidak memiliki sanad ataupun yang sanadnya mauquf (terhenti) kepada tabi'in dan tidak sampai kepada nabi saw atau shahabat.

Dapat dikatakan bahwa hadits israiliyat adalah hadits dha'if (lemah) bahkan maudlu' (palsu) sehingga tidak dapat digunakan sebagai hujjah dalam hal syar'i (hukum islam).


Sanad hadits memiliki peranan yang penting dalam menilai suatu hadits apakah shahih atau dha'if, sehingga ‘Abdullah ibn Mubarak pernah berkata:

الاسناد من الدين ، ولولا الاسناد لقال من شاء ما شاء
Isnad itu sebagian dari agama. Tanpanya siapa saja akan mengatakan apa yang dia mau kata.(Dikeluarkan Imam Muslim di dalam muqaddimah Shahihnya Bab Bayaani Anna al-Isnada Min Diini, jld.1, h.38)


Sanad atau isnad ini penting bagi memastikan pesan, berita, kisah atau hadits itu sendiri benar-benar sampai (tsabit) kepada Rasulullah saw.

Namun sanad yang bersambung hingga ke para Sahabat dan Rasulullah saw bukanlah satu-satunya syarat bagi sebuah hadits itu shahih. Ini disebabkan karena telah adanya pendusta-pendusta yang berusaha menciptakan "sanad" palsu. 'Ulama hadits lebih berhati-hati dalam menilai setiap individu yang meriwayatkan hadits itu dan membagi mereka kepada bermacam kategori.

Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata:

لم يكونوا يسألون عن الإسناد. فلما وقعت الفتنة، قالوا: سموا لنا رجالكم. فينظر إلى أهل السنة فيؤخذ حديثهم وينظر إلى أهل البدع فلا يؤخذ حديثهم
(Dahulunya) mereka tidak pernah menanyakan tentang isnad/sanad. Akan tetapi setelah munculnya fitnah, maka mereka berkata 'sebutkanlah para rijalmu (pembawa beritamu)'. Setelah itu dilihat; apabila mereka termasuk dari Ahlus-Sunah, maka diambil hadisnya; dan bila dari ahlul bid'ah, maka tidak diambil haditsnya. (Dikeluarkan Imam Muslim di dalam muqaddimah Shahihnya Bab Bayaani Anna al-Isnada Mi


Pemahaman mengenai isnad/sanad

Al-Isnad (الإسند)

Al-Isnad (الإسند) artinya "menyandarkan", sebagaimana disebut asnadal hadits ila qa’ilihi (أسند الحديث إلي قائله) yaitu : "menyandarkan hadits kepada pengucapnya".

Ringkasnya isnad adalah rangkaian para perawi (periwayat hadits) yang menghubungkan kepada matan (teks/isi kandungan hadits).

Satu lagi perkataan yang lebih kurang sama maksudnya dengan perkataan isnad adalah sanad.


As-Sanad (السند)

السند (as-sanad), dari segi bahasa artinya "yang menjadi sandaran" atau "bukit di lereng gunung". Dalam pengertian ilmu hadits adalah "jalan yang dapat sampai kepada matan", atau "rangkaian perawi yang sampai kepada matan". [Kamus Istilah-Istilah Hadits, Abdul Mannan ar-Rasaikh, hal.105]


Dengan demikian, isnad itu sinonim dengan sanad dan tidak ada perbedaan dalam pemahaman maksud.


Untuk lebih memudahkan memahami istilah sanad/isnad, berikut adalah ilustrasinya :

A : Fulan mengatakan, 'bahwa jika ayam berkokok tandanya fajar telah datang'.
B : Siapa yang beritahu kamu tentang hal tsb ?
A : C yang beritahu aku

kemudian B berjumpa dengan C,

B : C, siapa yang beritahu kamu bahwa Fulan berkata, 'jika ayam berkokok tandanya fajar telah datang'.
C : D yang beritahu aku

Kemudian B menjumpai D,

B : D, siapa yang beritahu kamu bahwa Fulan berkata, 'jika ayam berkokok tandanya fajar telah datang'.
D : Aku dengar dari E

Kemudian B menjumpai E,

B : E, siapa yang beritahu kamu bahwa Fulan berkata, 'jika ayam berkokok tandanya fajar telah datang'.
E : aku dengar sendiri dari Fulan semalam.

Dari ilustrasi di atas dapat dikatakan bahwa sanad hadits (ucapan) tsb awalnya dari A, dikabarkan dari C, dikabarkan dari D, dikabarkan dari E bahwa E mendengar langsung dari si Fulan berkata, 'jika ayam berkokok tandanya fajar telah datang'.

Dengan melihat ilustrasi di atas dapat dikatakan bahwa setiap perawi hadits harus disyaratkan saling bertemu dan melihat/mendengar langsung perbuatan/perkataan dari sumber berita yaitu si Fulan.

Dalam musthalahul hadits, kondisi di atas disebut : musnad mutashil, yaitu sanad yang bersambung sampai kepada sumber berita.


Ilustrasi di atas hanya mengambarkan kondisi rawi-rawi (para periwayat) dalam 1 kurun waktu/generasi, hal ini akan menjadi sulit ketika terjadi perbedaan masa hidup atau generasi dari masing2 rawi. Untuk itu diperlukan suatu parameter lain yang dapat dipercaya untuk menguji kebenaran berita/kabar tsb.
n Diini, jld.1, hal.38)



HADITS SHAHIH


Definisi Hadits Shahih
هُوَ المُسْنَدُ، الْمُتَّصِلُ إِسْنَادُهُ، بِنقْلِ الْعَدْلِ الضَّابِطِ، عَنِْ الْعَدْلِ الضَّابِطِ إِلَى مُنْتَهَاهُ، مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَ لاَ عِلَّةٍ
Hadits sahih adalah hadits yang musnad, bersambung sanadnya, dengan penukilan seorang yang adil dan dlabith dari orang yang adil dan dlabith sampai akhir sanad, tanpa ada keganjilan dan cacat.

Untuk memudahkan memahami definisi tersebut, dapat dikatakan, bahwa hadis shahih adalah hadits yang mengandung syarat-syarat berikut;

Quote:
Syarat hadits dikatakan shahih adalah :
1. Hadisnya musnad
2. Sanadnya bersambung
3. Para rawi (periwayat)nya adil dan dlabith
4. Tidak ada syadz (keganjilan)
5. Tidak ada 'illat (cacat)

Haditsnya Musnad, maksudnya hadits tersebut dinisbahkan kepada nabi saw dengan disertai sanad.

Sanadnya bersambung, bahwa setiap rawi (periwayat) dalam sanad hadits tsb mendengar hadits itu secara langsung dari gurunya/orang yang menyampaikan hadits tsb kepadanya.

Para rawi (periwayat)-nya adil dan dhabith, yaitu setiap (rawi) periwayat di dalam sanad itu memiliki sifat adil dan dhabith. Adil adalah sifat yang membawa seseorang untuk memegang teguh taqwa dan kehormatan diri, serta menjauhi perbuatan buruk, seperti syirik, kefasikan dan bid’ah. Sedangkan dlabith (akurasi/kekuatan hapalan), adalah kemampuan seorang rawi untuk menghafal hadits dari gurunya, sehingga apabila ia mengajarkan hadits dari gurunya itu, ia akan menga-jarkannya dalam bentuk sebagaimana yang telah dia dengar dari gurunya/orang yang menyampaikan hadits tsb kepadanya.

Tidak ada syadz (keganjilan). Syadz secara bahasa berarti yang tersendiri, secara istilah berarti hadits yang diriwayatkan oleh seorang periwayat bertentangan dengan hadits dari periwayat lain yang lebih kuat darinya.

Tidak ada 'illat, dimana di dalam hadis tidak terdapat cacat tersembunyi yang merusak keshahihan hadis.


Dari kriteria di atas, maka matan hadits bukanlah salah satu kajian utama untuk menentukan keshahihan suatu hadits.
Itulah 5 kriteria utama yang diterapkan oleh 'ulama hadits untuk menilai derajat suatu hadits.

Untuk menilai rawi-rawi dalam suatu sanad hadits diperlukan biografi masing-masing rawi-rawi hadits.

Untuk download kitab-kitab yang membahas rawi-rawi hadits dapat di download di : http://www.almeshkat.net/books/list.php?cat=23

Contohnya adalah tarikhul kabir : http://www.almeshkat.net/books/open.php?cat=23&book=456

yang merupakan kitab kumpulan rawi-rawi yang disusun oleh imam Bukhari

atau tahdzib at-tahdzib : http://www.almeshkat.net/books/open.php?cat=23&book=458

yang merupakan kumpulan rawi yang disusun oleh ibnu Hajar Asqalani


Contoh Hadits Shahih

Hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari di dalam kitab Shahih-nya :

حَدَثَنَا مُسَدَّدٌُ، حَدَثَنَا مُعْتَمِرُ، قَالَ : سَمِعْتُ أبِي قَالَ : سَمِعْتُ أنَسَِ بْنَ مَالِكٍ رَضِي اللَّه عَنْهُمْ، قَالَ : كَانَ النَّبِي صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقوْلُ : اللَّهُمَّ إِنّي َأعُوْذُ بِِكَ مِنْ الْعَجْزِ، والْكَسَلِِ، وَالْجُبْنِِ، وَالْهَرَمِِ، وَ أعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَ الْمَمَاتِ، أعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الَْقبْرِ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Mu’tamir, ia berkata; Aku mendengar ayahku berkata; Aku mendengar Anas bin Malik ra berkata, Rasulullah saw berdo’a : Ya Allah, aku memohon kepada-Mu perlindungan dari kelemahan, kemalasan, sifat pengecut dan dari kepikunan, dan aku memohon kepada-Mu perlindungan dari fitnah (ujian) di masa hidup dan mati, dan memohon kepada-Mu perlindungan dari azab di neraka"

Hadits tersebut di atas telah memenuhi persyaratan sebagai hadis shahih, karena :

1. Ada sanadnya hingga kepada Rasulullah saw (dimulai dari Al-Bukhari yang menerima hadits dari Musaddad, dari Mu'tamir, dari ayah Mu'tamir, dari Anas bin Malik, dari Rasulullah saw).
2. Ada persambungan sanad dari awal sanad hingga akhir sanad, dimana Anas bin Malik adalah seorang shahabat, telah mendengarkan hadits dari nabi saw. Sulaiman bin Tharkhan (ayah Mu’tamir), telah menyatakan menerima hadits dengan cara mendengar dari Anas. Mu’tamir, menyatakan menerima hadits dengan mendengar dari ayahnya. Demikian juga guru imam Bukhari yang bernama Musaddad, ia menyatakan telah mendengar dari Mu’tamir, dan Bukhari -semoga allah merahmatinya- juga menyatakan telah mendengar hadits ini dari gurunya.
3. Terpenuhi keadilan dan kedhabitan dalam para periwayat di dalam sanad, mulai dari shahabat, yaitu Anas bin Malik ra hingga kepada orang yang mengeluarkan hadits, yatu imam Bukhari dimana :
a. Anas bin Malik ra, beliau termasuk salah seorang shahabat Nabi saw, dan semua shahabat dinilai adil.
b. Sulaiman bin Tharkhan (ayah Mu’tamir), dia tsiqah 'abid (terpercaya lagi ahli ibadah).
c. Mu’tamir, dia tsiqah (terpercaya)
d. Musaddad bin Masruhad, dia tsiqah hafidz (terpercaya dan terjaga hapalannya)
e. imam Bukhari –penulis kitab as-Shahih-, namanya adalah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, dia dinilai sebagai jabal al-hifdzi (gunungnya hafalan), dan amirul mu’minin fil hadits.
4. Hadits ini tidak syadz (bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat)
5. Hadits ini tidak ada 'illat-nya


Dengan demikian jelaslah bahwa hadits tersebut telah memenuhi syarat-syarat hadits shahih, Karena itulah imam Bukhari menampilkan hadits ini di dalam kitabnya ash-Shahih.

 HADITS HASAN

Definisi (ta'rif)

مَا اسْتوْفَى شُرُوْطُ الصِّحَةِ إِلاَّ أنَّ أحَدَ رُوَاتِهِ أوْ بَعْضَهُمْ دُوْنَ رَاوِي الصَّحِيْحِ فِي الضَّبْطِ بِمَا لاَ يَخْرِجُهُ عَنِ حَيِّزِ الإحْتِجَاجِ بِحَدِيْثِهِ

Adalah hadits yang memenuhi syarat sebagai hadis shahih, hanya saja kualitas dhabth (keakuratan/kekuatan hapalan) salah seorang atau beberapa orang rawinya berada di bawah kualitas rawi hadiys shahih, tetapi hal itu tidak sampai mengeluarkan hadits tersebut dari kebolehan berhujjah dengannya.

Hadits seperti ini disebut hasan li dzatihi (hasan karena dzatnya)


Penjelasan Definisi

Hadits hasan harus memenuhi syarat sebagai hadits shahih kecuali sifat dhabth. Dalam hal ini syarat hadits shahih adalah :

1. Hadisnya musnad
2. Sanadnya bersambung
3. Para rawi (periwayat)nya adil dan dhabith
4. Tidak ada syadz (keganjilan)
5. Tidak ada 'illat (cacat)

Sedangkan syarat dhabth (kekuatan hapalan) menjadi titik pembeda antara keduanya. Rawi hadits hasan tingkat dhabth-nya berada di bawah kualitas rawi hadits shahih.

Periwayat hadits hasan biasanya disebut dengan istilah, shaduq (jujur), Ma’mun (dipercaya), mahalluhu ash-shidq (ia tempatnya kejujuran),laa ba’sa bihi (tidak apa-apa), tsiqah yukhthi’ (terpercaya tetapi suka salah), atau shaduq lau awham (jujur tetapi diragukan)

Istilah-istilah di atas adalah untuk menunjukkan sifat seorang rawi yang masih dapat dipercaya dalam haditsnya tetapi kurang kuat hapalannya namun tidak pernah berdusta dalam meriwayatkan suatu hadits.


Contoh hadits hasan; Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Quththan di dalam Ziyadah ‘ala Sunan Ibni Majah (2744) dengan jalan

يَحْيَ بْنِ سَعِيْدٍ، عَنِ عَمْرُوْ بْنِ شُعَيْبٍ، عَنِ أبِيْهِ عَنِ جَدِّهِ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَ سَلَّمَ كُفْرٌُ بِامْرِئٍ ادَّعَا نَسَبَ لاَ يَعْرِفُهُ ، أوْ جَحَّدَهُ، وَ إِنْ دَقَّ، وَ سَنَدَهُ حَسَنٌُ
Yahya bin Sa’id, dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, berkata; Rasulullah saw bersabda : “kafirlah orang yang mengaku-ngaku nasab orang yang tidak diketahuinya, atau menolak nasab (yang sebenarnya), meskipun samar”.

Hadits ini sanadnya hasan, kar


 HADITS DHA'IF

Definisi

مَا لَمْ يَجْمَعْ صِفَاتِ الْقُبُوْلِ بَِفقْدِ شَرَطٍ مِنْ شُرُوْطِهِ
Apabila tidak terkumpul sifat-sifat (yang menjadikannya dapat) diterima (shahih), karena hilangnya salah satu dari syarat-syarat (hadits sahih)


Penjelasan Definisi

Tidak terkumpul sifat-sifat yang menjadikannya dapat diterima; syarat diterima suatu hadits, sebaimana yang telah dibahas, antara lain;
1. Haditsnya musnad
2. Sanadnya bersambung
3. Para rawi (periwayat)nya adil dan dhabith
4. Tidak ada syadz (keganjilan)
5. Tidak ada 'illat (cacat)

Hilangnya salah satu syarat diterimanya hadits adalah :

a. Apabila hilang syarat yang pertama, maka hadis itu tidak bisa dinisbahkan kepada nabi saw, melainkan disandarkan kepada shahabat (mauquf), tabi’in (maqthu') atau tabi’ tabi’in, sesuai dengan nama yang tercantum di dalam sanad tersebut.

b. Apabila tidak terpenuhi syarat kedua, maka hadits itu dinamakan mursal.

c. Apabila tidak terpenuhi bagian pertama dari syarat yang ketiga, yaitu sifat ‘adil, maka hadits itu termasuk matruk atau maudlu’, dan jika tidak ada syarat ketiga bagian yang kedua yaitu dlabth maka hadis tersebut disebut dla’if, matruk, atau bahkan maudlu’ yang disebabkan oleh kelemahan rawi.

d. Apabila hilang syarat yang keempat, maka hadis itu dinamakan syadz atau matruk

e. Dan apabila tidak memenuhi syarat yang kelima, maka hadis itu dinamakan mu’allal.

ena di dalam sanad hadits ini terdapat Amr bin Syu’aib bin Muhammad bin Abdullah bin Amr bin al-Ash. al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitab at-Taqrib (2/72) mengatakan, bahwa ia adalah shaduq.

Dari segi hukumnya, baik hadits shahih ataupun hadits hasan tergolong kepada hadits maqbul (yang diterima dan diamalkan).


  
HADITS SHAHIH


Definisi Hadits Shahih
هُوَ المُسْنَدُ، الْمُتَّصِلُ إِسْنَادُهُ، بِنقْلِ الْعَدْلِ الضَّابِطِ، عَنِْ الْعَدْلِ الضَّابِطِ إِلَى مُنْتَهَاهُ، مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَ لاَ عِلَّةٍ
Hadits sahih adalah hadits yang musnad, bersambung sanadnya, dengan penukilan seorang yang adil dan dlabith dari orang yang adil dan dlabith sampai akhir sanad, tanpa ada keganjilan dan cacat.

Untuk memudahkan memahami definisi tersebut, dapat dikatakan, bahwa hadis shahih adalah hadits yang mengandung syarat-syarat berikut;

Itulah 5 kriteria utama yang diterapkan oleh 'ulama hadits untuk menilai derajat suatu hadits.

Untuk menilai rawi-rawi dalam suatu sanad hadits diperlukan biografi masing-masing rawi-rawi hadits.

Untuk download kitab-kitab yang membahas rawi-rawi hadits dapat di download di : http://www.almeshkat.net/books/list.php?cat=23

Contohnya adalah tarikhul kabir : http://www.almeshkat.net/books/open.php?cat=23&book=456

yang merupakan kitab kumpulan rawi-rawi yang disusun oleh imam Bukhari

atau tahdzib at-tahdzib : http://www.almeshkat.net/books/open.php?cat=23&book=458

yang merupakan kumpulan rawi yang disusun oleh ibnu Hajar Asqalani

Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris. Kita mengenal musim itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang persatuan spiritual.
Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi –orang Eropa menyebutnya Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengenal hati rakyat jelata. Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub –katakanlah dia setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Kata Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal.
Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin sebagai penguasa haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.
Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi.
Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni Syekh Ja’far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim. Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzinj. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (artinya kalung permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini.
Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid Nabi atau Muludan dimanfaatkan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.
Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga bernama Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang “pengampunan” yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia mengampuni).
Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata “gerebeg” artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul Fitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).
Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU). Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal (Mulud), sudah dihapal luar kepala oleh anak-anak NU. Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakdo Mulud). Ada yang hanya mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa tetangga kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-masing, ada yang agak besar seperti yang diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.
Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba’ (kitab sejenis Barzanji). Bisa juga ditambah dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil berbagai lomba, dan lain-lain, dan puncaknya ialah mau’izhah hasanah dari para muballigh kondang.
Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’izhah hasanah pada acara temanten dan Muludan.
Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa’at kepadanya di Hari Kiamat.” Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam!”
by"manggisakita"

Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. 1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal. 2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal. 3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. 4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. 5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsumg yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda . Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya. B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf. Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan. Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya. Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah : “ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )” Dan Hadis dari Nabi SAW : “ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)” Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan : 1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT. 2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam. 3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam. Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya. Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik. Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal. Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan. Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia : 1) Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya. 2) Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya. 3) Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya. C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan. D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu : 1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. 2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus. 3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya. 4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan. 5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan. E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut : Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan. Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink. Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah. Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena. F. Penutup. Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam. Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten. Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan. Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990. Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000 Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984. Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983. Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995. Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997